![]() |
| Penghinaan Al Qur’an |
Pada Senin (10/10) pagi, Ahok mengatakan dirinya meminta maaf
kepada umat Islam terkait ucapannya soal surat Al Maidah ayat 51 yang menurut pengamatan
sejumlah pihak telah melakukan penghinaan terhadap Al Qur’an. "Saya
sampaikan kepada semua umat Islam atau kepada yang merasa tersinggung, saya
sampaikan mohon maaf. Tidak ada maksud saya melecehkan agama Islam atau
apa," kata Ahok di hadapan wartawan di Balai Kota DKI Jakarta. Ahok
kemudian meminta agar kegaduhan terkait ucapannya tersebut tidak diperpanjang. "Saya
minta maaf atas kegaduhan ini. Saya pikir komentar ini jangan dilanjutkan lagi.
Ini tentu mengganggu keharmonisan kehidupan berbangsa dan bernegara,"
jelasnya.
Terkait permintaan maaf Ahok ini, Ismail Yusanto,
selaku Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia mempertanyakan mohon maafnya Ahok, “Kalau
saya baca Ahok ini tidak sungguh-sungguh meminta maaf,” tegasnya. Alasannya, tidak nyambung antara
kesalahannya dan permintaan maafnya. Ahok itu dikatakan dari pidatonya di
Kepulauan Seribu telah menghina Al-Qur’an.
Lanjut menurut Ismail Yusanto permintaan maafnya itu tidak terkait Al-Qur’an, tetapi dia katakan terkait dengan kegaduhan yang telah timbul. "Jadi tidak nyambung dengan persoalan yang timbul, apa masalahnya kemudian dia minta maaf sebelah mana,” tambahnya.
Di samping itu, Ismail Yusanto pun mengingatkan bahwa permintaan maaf Ahok ini harus diwaspadai atau dikritisi karena dari awal Ahok itu tidak ingin minta maaf. Kemudian dia mengeluarkan penjelasan yang justru semakin menambah penghinaan dia. Ismail Yusanto mengungkap, "Kalau kemarin di Kepulauan Seribu dia menghina Al-Qur’an, sekarang dia menghina para ulama, para ustadz dengan sebutan rasis, pengecut segala macam itu”
Selain itu Ismail Yusanto juga menyatakan bahwa publik harus melihat Ahok ini bukan hanya di dalam konteks satu peristiwa ini tetapi juga keseluruhan peristiwa sebelumnya yang menghina Islam termasuk apa yang terjadi di Kepulauan Seribu.
Lanjut menurut Ismail Yusanto permintaan maafnya itu tidak terkait Al-Qur’an, tetapi dia katakan terkait dengan kegaduhan yang telah timbul. "Jadi tidak nyambung dengan persoalan yang timbul, apa masalahnya kemudian dia minta maaf sebelah mana,” tambahnya.
Di samping itu, Ismail Yusanto pun mengingatkan bahwa permintaan maaf Ahok ini harus diwaspadai atau dikritisi karena dari awal Ahok itu tidak ingin minta maaf. Kemudian dia mengeluarkan penjelasan yang justru semakin menambah penghinaan dia. Ismail Yusanto mengungkap, "Kalau kemarin di Kepulauan Seribu dia menghina Al-Qur’an, sekarang dia menghina para ulama, para ustadz dengan sebutan rasis, pengecut segala macam itu”
Selain itu Ismail Yusanto juga menyatakan bahwa publik harus melihat Ahok ini bukan hanya di dalam konteks satu peristiwa ini tetapi juga keseluruhan peristiwa sebelumnya yang menghina Islam termasuk apa yang terjadi di Kepulauan Seribu.
Tindak Tegas Penghina Al Qur’an dan Ulama
![]() |
| Aulia Advertising |
Terkait dengan kejadian ini, Majelis
Ulama Indonesia (MUI) Pusat pun setelah melalui proses pengkajian mendalam telah mengeluarkan kesimpulan bahwa Gubernur
DKI Jakarta tersebut telah jelas menghina Al-Qur’an dan ulama. “Berdasarkan hal
di atas, maka pernyataan Gubernur DKI Jakarta dikategorikan: (1) menghina
Al-Qur’an dan atau (2) menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum,” tegas
MUI Pusat seperti tertuang dalam surat resmi yang ditandatangani Ketua
Umum MUI Pusat Dr KH Ma’ruf Amin dan Sekretaris Jenderal Dr H Anwar Abbas, MM,
MAg, Selasa (11/10/2016) di Jakarta.
Kesimpulan MUI tersebut
didasarkan pada lima kenyataan terkait pernyataan Ahok. Pertama, Al-Quran surah al-Maidah ayat 51
secara eksplisit berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai
pemimpin. Ayat ini menjadi salah satu dalil larangan menjadikan non Muslim
sebagai pemimpin. Kedua, ulama
wajib menyampaikan isi surah al-Maidah ayat 51 kepada umat Islam bahwa memilih
pemimpin Muslim adalah wajib. Ketiga, setiap
orang Islam wajib meyakini kebenaran isi surah al-Maidah ayat 51 sebagai
panduan dalam memilih pemimpin. Keempat, menyatakan
bahwa kandungan surah al-Maidah ayat 51 yang berisi larangan menjadikan
Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin adalah sebuah kebohongan, hukumnya haram
dan termasuk penodaan terhadap Al-Quran. Kelima, menyatakan
bohong terhadap ulama yang menyampaikan dalil surah al-Maidah ayat 51
tentang larangan menjadikan nonmuslim sebagai pemimpin adalah penghinaan
terhadap ulama dan umat Islam.
Oleh karenanya MUI juga
menyatakan aparat penegak hukum wajib menindak tegas setiap orang yang
melakukan penodaan dan penistaan Al-Quran dan ajaran agama Islam serta
penghinaan terhadap ulama dan umat Islam sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dan selanjutnya menurut MUI, dengan ucapan permintaan maaf Ahok terkait
ucapannya itu tidak berarti masalah selesai. Ahok harus tetap
mempertanggungjawabkan perbuatannya (Tempo.com, 10/10). Senada dengan MUI
Pusat, Jubir HTI, Ismail Yusanto kembali menegaskan
bahwa meski Ahok telah dianggap meminta maaf, namun proses hukum untuk
mempidanakannya tetap harus berjalan. “Ahok minta maaf ? Hukum harus tetap
berjalan!” tegas Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Muhammad Ismail
Yusanto kepada mediaumat.com, Senin (10/10/2016)
Menurut KUHP Pasal 156a itu kan harus dihukum. Sama seperti orang yang melanggar lalu lintas itu tidak bisa sekadar meminta maaf kepada polisi lalu bebas tidak ditilang. Polisi memaafkan tetapi tetap ditilang. Dulu juga penistaan pernah dilakukan Arswendo Atmowiloto. "Arswendo dulu menghina Rasul lalu meminta maaf tetap saja dipenjara,” ungkapnya.
Menurut KUHP Pasal 156a itu kan harus dihukum. Sama seperti orang yang melanggar lalu lintas itu tidak bisa sekadar meminta maaf kepada polisi lalu bebas tidak ditilang. Polisi memaafkan tetapi tetap ditilang. Dulu juga penistaan pernah dilakukan Arswendo Atmowiloto. "Arswendo dulu menghina Rasul lalu meminta maaf tetap saja dipenjara,” ungkapnya.
Ancaman Allah SWT kepada Pembela Penghina Agama
Allah
وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ
وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ
Dan janganlah kamu cenderung
kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan
sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah,
kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan (QS Hud [11]: 113).
Dalam ayat ini ditegaskan, kaum
Mukmin dilarang merasa ridha, senang, dan condong terhadap pelaku semua jenis
kezhaliman itu. Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya mengutip beberapa penjelasan
para ahli tafsir tentang makna al-rukûn. Qatadah berkata, ”Artinya, janganlah kalian
mencintai dan menaati mereka.” Ibnu Juraih berkata, ”Janganlah condong atau
cenderung kepadanya.” Abu al-Aliyah berkata, ”Janganlah kalian meridhai
perbuatan mereka.” Ditegaskan al-Qurthubi semua pengertian itu saling
berdekatan satu sama lain. Menurut Abu Hayan al-Andalusi dalam tafsirnya, al-Bahr al-Muhîth, makna al-rukûn adalah al-mayl al-yasîr (kecenderungan
ringan). Ini berarti setiap Muslim wajib membebaskan dirinya dari kezaliman.
Bukan hanya dalam praktik, namun sekadar kecenderungan sedikit saja sudah tidak
diperbolehkan. Ungkapan al-ladzîna
zhalamû kian
mengukuhkan ketentuan tersebut. Sebab, ungkapan al-ladzîna zhalamû (orang yang berbuat dzalim) lebih
ringan daripada al-zhâlimîn (orang yang dzalim). Jika kepada orang
yang berbuat zhalim saja sudah dilarang cenderung kepadanya, lebih-lebih kepada
orang-orang yang sudah terkategori zhalim. Al-Zamakhsyari memaparkan beberapa
perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai cenderung kepada pelaku perbuatan
zhalim. Di antaranya adalah tunduk kepada hawa nafsu mereka, bersahabat dengan
mereka, bermajelis dengan mereka, mengunjungi mereka, bermuka manis dengan
mereka, ridha terhadap perbuatan mereka, menyerupai mereka, dan menyebut
keagungan mereka.
Menurut al-Qurthubi larangan ini
juga sejalan dengan firman Allah Swt:
وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ
عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ
الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
Dan apabila kamu melihat orang-orang
memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka
membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan
larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu
sesudah teringat (akan larangan itu] (QS al-An’am [6]: 68)
Perbuatan zhalim itu yang tidak
boleh diridhai tidak hanya berlaku terhadap kaum Musyrik, namun berlaku umum.
Demikian penegasan al-Syaukani dalam tafsirnya Fath al-Qadîr. Termasuk pula di
dalamnya terhadap tindakan dan perilaku zhalim penguasa. Larangan cenderung
kepada pelaku kezhaliman itu terkatagori haram. Sebab, orang yang
mengerjakannya diancam dengan sanksi yang amat berat, yakni disentuh dengan api
neraka. Allah Swt berfirman: fatamassakum al-nâr (menyebabkan kamu disentuh api
neraka). Tak hanya itu, mereka diancam tidak akan mendapat penolong. Allah Swt
berfirman: Wamâlakum
min dûniLlâh min awliyâ’ tsumma lâ tunsharûn (dan sekali-kali kamu tiada mempunyai
seorang penolong pun selain daripada Allah kemudian kamu tidak akan diberi
pertolongan).
Bertolak dari ayat tersebut dan
penjelasan para ulama, maka sikap ridha dan senang, apalagi mendukung Ahok
merupakan perbuatan terlarang yang diancam dengan neraka. Oleh karenanya kepada
segenap umat islam khususnya kepada para Ustadz dan Ulama untuk tetap teguh
dalam menyampaikan kebenaran Al Quran, yang
merupakan wahyu Allah SWT yang pasti benar dan pasti akan menuntun manusia
kepada petunjuk dan jalan kebaikan. Kemudian selanjutnya bahu membahu untuk terus berjuang bagi tegaknya Syariah
dan Khilafah, yang dengannya kesucian dan kehormatan Islam, termasuk kitab sucinya
akan terlindungi. Tanpa Khilafah, al-Quran tidak ada yang melindungi. Penistaan
terhadap kitab suci itu akan terus berulang, bahkan di negeri kaum Muslim
sendiri, sebagaimana terjadi saat ini. Karena itu sejatinya kita segera
bergerak untuk bersama-sama mewujudkan kembali perisai/pelindung Islam dan kaum
Muslim, yakni Khilafah ‘ala
minhaj an-nubuwwah. Wallahu a’lam ( Oleh: Muh. Yuslan Abu Fikri, SE.)
Sponor by Aulia Advertising



0 Response to "Menyoal Permintaan Maaf Ahok atas Penghinaan Al Qur’an"
Posting Komentar