Mendadak kawan saya menyodorkan sebuah
buku bersampul merah polos. Buku cetakan sederhana dengan kualitas cetak
asal-asalan. Sama sekali tidak menarik.
Setelah
saya buka, buku setebal 59 halaman itu ternyata berisi pedoman bagi
anggota Partai Komunis Indonesia atau PKI. Di dalamnya ada artikel
tentang cita-cita PKI, strategi mencapai cita-cita, tahapan-tahapan
pelaksanaanya dan konstitusi partai yang berlaku bagi setiap anggota
PKI.
Buku itu tidak menyebutkan nama
penulisnya. Tetapi penerbit buku tertera ”Jalan Rakyat” dengan tahun
penerbitan 2010. Buku itu terbit sebagai amanat kongres PKI ke-10.
Berarti PKI ”yang ini” lahir tahun 2000, tak lama setelah Orde Baru
tumbang.
Tidak jelas di mana PKI
”yang ini” berkongres saat itu. Tapi kawan saya yang antikomunisme itu
menjelaskan, kongres PKI itu dilakukan di Grabag, Magelang, Jawa Tengah.
Meski
PKI ”yang ini” baru berusia 16 tahun, tetapi ideologi yang diusung
masih sama dengan PKI ”yang itu”, yakni PKI yang organisasi dan
ajarannya sudah dinyatakan sebagai haram di NKRI, yakni Marxisme –
Leninisme – Maoisme.
Dalam artikel
pembuka, penulis anonim itu masih memuja pemikiran tokoh PKI ”yang itu”
seperti Muso dan kawan-kawannya. Ide-ide lama para tokoh PKI itu
kemudian disimpulkan ”tetap relevan” dengan menyandingkan kondisi
kekinian.
Land reform melalui
perampasan tanah dan kekayaan individu kaya dan korporasi-korporasi
besar baik korporasi asing maupun lokal untuk dibagikan kepada rakyat
miskin menjadi salah satu ”iming-iming” dalam mencari anggota.
Revolusi
melalui perang rakyat menjadi jalan untuk merebut kekuasaan agar PKI
bisa menerapkan ”kehidupan politik yang demokratis”. Kalimat ini seperti
mengingatkan saya pada kisah-kisah pembantaian sadis yang dilakukan
anggota PKI terhadap siapa saja yang menentang komunisme pada tahun
1948.
Lembaran hitam dalam perjalanan
Republik Indonesia itu masih menyisakan jejak di berbagai kota di Pulau
Jawa itu.Sebagian korban kekejaman PKI masih hidup. Sebagian saksi
sejarah juga masih hidup. Lembaran ini sepantasnya ditutup
selama-lamanya.
Karena itu, saya
menilai pedoman hidup komunis dalam buku bersampul merah itu sebagai
ideologi sesat. ”Ideologi komunis ini tidak sesuai dengan akal sehat
saya,” komentar saya. ”Yang setuju dengan komunisme berarti akalnya
tidak sehat,” jawab kawan saya sembari terkekeh.
Via FB Joko Intarto


0 Response to "PKI Baru dengan Cita-Cita Lama"
Posting Komentar