Syariah yang memang dibebankan atas individu (fardhu 'ain) jelas bisa langsung dijalankan, tidak perlu menunggu negara khilafah. Misalnya syariah sholat, puasa, makan minum yang halal, menutup aurot, menuntut ilmu, ahlaqul karimah pada orang tua atau tetangga, dsb.
Syariah yang dibebakan secara kolektif pada masyarakat (fardhu kifayah) ada yang bisa dijalankan tanpa menunggu negara khilafah. Misalnya mengurus jenazah, menyelenggarakan sholat Jum'at, dakwah, dan amar ma'ruf nahy munkar.
Tetapi memang ada banyak sekali syariah yang dibebankan secara kolektif pada negara sebagai wakil masyarakat (fardhu kifayah khas), yang tidak bisa dijalankan tanpa negara khilafah. Misalnya menarik zakat secara paksa bagi muzakki yang bandel, mengejar suami-suami yang tidak bertanggungjawab menafkahi istrinya, memaksa mall-mall untuk menyediakan ruang sholat yang layak, memaksa pabrik-pabrik mengatur jadwal karyawannya untuk sholat dan sholat jum'at, menutup pabrik minuman keras, melarang televisi menayangkan acara yang merusak aqidah dan ahlaq, mengelola asset-asset publik (tambang, hutan, infrastruktur), mengubah seluruh bank ribawi ke bank dengan aqad syariah, menyediakan pendidikan dengan kurikulum islami secara gratis atau terjangkau, menyediakan jaminan kesehatan untuk semua orang, merazia pengedar barang haram, menyiapkan sistem birokrasi yang tidak memberi kesempatan suap maupun korupsi, menyiapkan peradilan berdasarkan syariah, sampai menghukum penista agama, merajam pezina, memotong tangan pencuri, dan menjalankan qishash pada para pelaku kekerasan dan pembunuhan. Ada juga syariah yang ditujukan kepada non muslim dan luar negeri, yaitu melindungi kebebasan beragama ahlu dhimmah, melindungi umat Islam di seluruh dunia dari kezaliman, hingga politik luar negeri berorientasi dakwah dan jihad untuk mewujudkan Islam rahmat bagi semesta alam. Syariah ini tidak bisa tegak tanpa adanya negara Khilafah.
#
0 Response to "SYARIAH DULU ATAU KHILAFAH DULU?"
Posting Komentar